PRODUKSI KOMPOS DI PABRIK PETANI


Pengalaman Produksi kompos di KOMPOSTALES Bantul
Oleh : Heri Astana

“Musin kemarau, saat tepat (murah) untuk membuat kompos”.
Saat menghimpun produsen kompos di wilayah Bantul untuk membentuk wadah asosiasi ditemukan banyak produsen yang tidak berkutik atas permintaan yang tinggi, dan hampir sebagian besar karena factor produksi yang boros sehingga harga selalu di atas harga pasaran, dan mutu yang belum jelas.
Dalam kontek produksi, umumnya produsen kompos selalu terpaku pada formula dan cara produksi yang diajarkan oleh narasumber maupun praktisi-praktisi yang umumnya memang tidak berorientasi pada usaha ekonomi. Bahkan di beberapa kelompok tani tani/ternak yang mendapatkan bantuan mesin produksi kompos, sebagian besar mangkrak atau tidak produksi, tanpa ada upaya untuk kreatif memecahkan masalah meski bahan baku melimpah dan murah.
Memang tidak ada yang salah dalam produksi kompos yang telah dijalani selama ini. Mengingat sumber bahan baku yang melimpah, kecenderungan kebutuhan yang meningkat (termasuk program-program pemerintah) serta penggunaan pupuk organic semakin mutlak dibutuhkan agar hasil pertanian meningkat menjadi peluang usaha kompos yang riil dan menguntungkan. 

Beberapa hambatan internal yang menjadikan produksi kompos kalah bersaing adalah:
  1. Mobilisasi/perpindahan bahan utama kompos yang menghabiskan banyak tenaga kerja
  2. Proses pembalikan berulang-ulang yang pasti menghamburkan ongkos tenaga kerja.
  3. Kandungan hara yang ada dalam kompos tidak spesifik atau tidak jelas.
  4. Tidak ada strategi khusus untuk pemasaran termasuk pengarungan dan distribusinya.
  5. Tidak kreatif (lemah kewirausahaannya).
 Berikut adalah sharing dari Lumbung Tales dalam produksi kompos dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas.
  1. Produksi kompos diproyeksikan (rencana pasar) untuk daerah tertentu dengan spesifikasi lahan dan jenis tanaman tertentu, maka formula/campuran kompos disesuaikan dengan kebutuhan.
  2. Keajegan takaran (standar campuran) yang konsisten.
  3.  Tempat produksi sedekat mungkin dengan tumpukan kotoran sapi/bahan utama kompos, dan pilih yang teduh sehingga tidak perlu biaya penutup. Praktek di Lb Tales, 4 orang perempuan mampu membuat 3 ton dalam sehari.
  4. Buat lapisan sap tipis-tipis sesuai dengan campuran yang dipilih, dan lapisan diulang. Jika lapisan sudah dirasa tinggi/menyulitkan dalam penyusunan, bisa pindah ke lokasi lain. Secara alami, kompos biasanya (pengalaman Lb Tales), dalam 3 minggu kompos siap diayak dengan ayakan pasir 1 cm dan langsung dibungkus karung atau stok curah.
  5. Memang idealnya kandungan harus diuji laboratorium, kemudian standar campuran/formula dibakukan. Dalam praktek penyusunan, takaran tidak berubah-ubah.
  6. Kompos yang telah diproyeksikan untuk lahan dan spesifikasi tanaman tersebut, perlu dipromosikan pada wilayah targer pasar, dan jika perlu dilakukan ujicoba. Biasanya pada masa menjelang musim tanam, adalah waktu yang efektif untuk promosi. Terkait dengan karung dan distribusi, baik jika calon konsumen juga dimitai sarannya. Misalnya jika segera disebarkan, maka karung tidak perlu lapisan plastic dalam.
  7. Kreativitas adalah kata yang mudah diucapkan namun tidak banyak yang melakukan. Dalam konteks produksi kompos, kreativitas dalam memperkaya kandungan hara perlu dilakukan, termasuk upaya-upaya efisiensi selalu dilakukan agar produk tidak kalah bersaing dengan mutu produk pesaing. Tidak kalah penting juga adalah layanan distribusi, dimana konsumen lebih senang jika kompos bisa sampai dilokasi.
  8. Sumberdaya yang melimpah, kebutuhan yang terus meningkat adalah peluang yang tidak selalu ada. Jika hal ini tidak kita tangkap hanya karena kita malas dan tidak kreatif, maka orang lainlah  yang akan mengisi peluang tersebut dan kita (mungkin) tetap terpuruk. Smoga tidak! Salam Lestari.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama